Ingatan Ini
Pagi telah membangunkan Diandra. Di awal pagi, hatinya terasa gundah sangat hebat. Sekaan khawatir dan bersedih berlebihan. Diandra sedikit ketakutan memulai hari ini. Berusaha tegar, dia menghembuskan nafas panjang sebelum berangkat sekolah.
Di jalan, hati dan fikirannya tidak berhenti bicara. Hati dan fikirannya sibuk membicarakan ada apa dengan hari ini, dan banyak pendapat untuk menjawab nya. Tanpa sengaja Diandra menjatuhkan botol minum nya. Air di dalamnya tumpah di mobil. Firasat nya mulai memburuk. Waktu menunjukkan pukul 6 lewat 30 pagi, pandangan Diandra tegang ke arah depan.
Beberapa saat kemudian, handphone Diandra bergetar. Telfon dari orang tuanya. “ hallo ma...” balas Diandra. Diandra mendengar ada tangis kecil di ujung telfon sana. “ ma..??” katanya lagi. “ Di, hari ini Arjuna pergi....” kata mamanya. “ oh, yaudah ma nanti aku izinkan ke wali kelasnya. Mamanya Juna telfon ya?”. “ tidak. Mama sendiri yang melihat Arjuna pergi Di...”. “ oh, memang nya tadi ketemu dimana?”. Mama Diandra sekaan tidak kuat menjawab pertanyaan anaknya. “ Di... Arjuna pergi memenuhi panggilan Allah...”. Diandra mengerutkan dahinya. “ apa maksud nya ma?” katanya khawatir. “ Arjuna meninggal Di...”. Diandra terdiam seketika. Perlahan air mata nya menetes. Seluruh tubuhnya tak berdaya. Mobil Diandra yang tadinya berjalan lurus, seketika berbalik arah.
***
Diandra berlari di koridor rumah sakit sambil menangis. Langkah nya terhenti di depan ruang UGD dan melihat orang tua Arjuna menangis terisak-isak. Mama dan papanya juga menangis. Diandra tidak sanggup berdiri. Dia menangis lebih isak dari orang tua Arjuna. “ Arjuna.....” panggil nya sambil menangis tersedu. Entah bagaimana perasaan Diandra mendengar dan melihat Arjuna meninggal. Seseorang yang baru saja menambatkan hatinya pada Diandra lewat perjodohan yang baru di laksanakan tiga hari lalu. Seluruh tubuh nya rapuh. Diandra menangis tanpa henti mengiringi kepergian Juna.
***
Dengan penuh senyum, seseorang menata jambul dan merapikan dasinya di depan cermin. Pagi ini dia akan memulai hari di sekolah barunya. Rasa gugup, bercampur bahagia hinggap di hatinya. Dia adalah Adi.
***
Sekolah mulai ramai, Adi berjalan di koridor sekolah sambil mencoba menikmatinya. Dari belakang Diandra menabraknya. Langkah mereka tenhenti. “ eh, maaf-maaf...” kata Diandra. “ oh iya nggak papa...” balas Adi dengan penuh senyum. Diandra sedikit mengerutkan dahinya. “ anak baru?”. Adi tersenyum manis. Diandra tersenyum lega. “ Diandra...” kata Diandra ramah, sambil mengulurkan tangannya. “ Wisang Aldiano. Bisa di panggil Adi...” balas Adi sambil tersenyum. “ tunggu, Diandra ketua osis bukan?” tambah Adi. Diandra hanya tersenyum. “ ada yang bisa ku bantu?” tanya nya. “ sebelum nya terimakasih. Em, aku pengen keliling sekolah sih, ya itu kalau kamu mau....” balas Adi. “ yasudah, istirahat nanti temui aku di XI IPA 1, nanti aku antar keliling sekolah..”. “ wah, kebetulan! Aku juga teman baru di kelas mu!” kata Adi bersemangat. Diandra tersenyum. “ yasudah mau bareng ke kelas apa sendiri aja?”. “ bareng aja. Ya itu kalau kamu mau sih...”. Diandra tersenyum.
“ pindahan dari mana?” tanya Diandra. “ Bandung. Aku ingin kuliah jurusan olahraga disini. Orang tua dan kakak ku disini, tapi dari kecil aku di asuh nenek. Waktu kecil aku sering sakit. Biar kalau aku kembali ke Bandung nanti aku bisa menjadi guru olahraga”. Diandra tersentak sejenak. Ingatannya melayang pada seseorang yang tidak akan pernah ia lupakan selamanya. Seseorang itu juga bercita-cita menjadi guru olah raga. Dia ingin mengajarkan pada orang-orang bagaimana cara untuk hidup sehat. “ Di....???” tanya Adi bingung melihat Diandra berjalan melamun. “ eh, ya...”. “ ada apa?”. “ nggak! Nah ini kelas kita...” balas Diandra mengalihkan pembicaraan. “ kita?”. Diandra mengangguk. Mereka berdua bergegas masuk kelas. Diandra meletakkan tas nya di bangku depan dekat meja guru. “ apa bangku itu kosong?” tanya Adi sambil menununjuk bangku di sebelah Diandra. Diandra menatap bangku itu dengan pandangan kosong. Ingatannya kembali melayang pada seseorang yang pernah duduk di bangku itu. Teman baiknya, teman dekatnya, teman yang seseat sebelum dia pergi telah menambatkan hati pada Diandra. Diandra tak menjawab pertanyaan Adi, dia memilih keluar kelas, meninggalkan Adi yang lama mengerutkan dahinya.
“ Arjuna, kamu..... ada yang ingin duduk di bangku mu....” kata Diandra sambil menitihkan air matanya.
Sementara Diandra diluar, semua mata di dalam kelas tertuju pada orang asing yang belum mereka kenal dan tiba-tiba bertanya tentang bangku dekat Diandra. Adi tidak tahu harus apa. Tak lama, bel masuk berbunyi.
***
Bel istirahat bel bunyi. Diandra mengemasi beberapa buku pelajaran di bangku nya. Adi perlahan mendekatinya. “ Di, maaf tadi ada apa? Apa yang salah dengan sikap ku? ya sebagai anak baru, aku minta maaf kalau kelakuan ku ada yang kurang berkenan...” kata Adi lirih. “ nggak ada apa-apa. Semuanya baik-baik aja kok! Ayo kita keliling...” kata Diandra sambil bergegas berdiri. “ eh, nggak usah. Kita nggak usah keliling sekolah! nanti aku keliling sendiri....”. Seseorang berdiri memandang Adi sinis. Adi semakin bingung melihat keadaan ini. Namun Adi salah, pandangan itu tak mengarah padanya, melainkan pada Diandra. Diandra berusaha mengalihkan pandangannya. Perlahan seorang itu mendekati Diandra. Tangannya menarik Diandra keluar kelas. Adi semakin bingung dengan apa yang terjadi.
“ ada apa sih Nar?” kata Diandra sambil menitihkan air mata. Kinar menghentikan langkahnya di taman sekolah. “ mau sampai kapan kamu begini?!” kata Kinar sedikit menyentak. “ bukan kamu aja yang capek! Kita semua capek Di... udah tiga bulan kejadian Juna berlalu.... kasihan Juna! Kasihan Juna!”. Diandra menangis terisak-isak. Dan Kinar memalingkan mukanya tak mau melihat Diandra menangis.
***
Adi meletakkan tas nya di kursi. Kakak nya, datang menyambutnya. “ gimana sekolah mu?”. “ sangat baik kak. Tapi ya biasa, namanya anak baru, perlu adaptasi”. “ baguslah...”. “ kakak sudah siap?”. “ sudahlah! Hentikan semua ceck up itu! Aku nggak gila!”. “ tapi kondisi kejiwaan kakak masih harus di periksa dokter!”. “ ini sudah tiga bulan! Semua sudah berlalu! Toh anak itu tidak gentayangan kan!” sentak kakak Adi.
“ keterlaluan kakak!” kata Adi. “ kalau kakak merasa sudah sembuh dari trauma, kalau begitu secepatnya kita bertanggung jawab atas kecelakaan itu!” tambah Adi. Adi pergi meninggalkan kakaknya.
***
Sekolah masih terlihat sepi. Kinar menunggu Adi di depan kelas. Tak lama, Adi datang. “ kamu Adi?!”. “ ya” balas Adi sedikit bingung. “ ada apa?” tambahnya. “ aku mau bicara sama kamu!” kata Kinar. “ kenalin, aku Kinar sahabat karibnya Diandra” kata Kinar sambil mengulurkan tangannya. “ oh, Wisang Aldiano.., panggil aja Adi”. “ ya aku sudah tahu semua tentang kamu. anak baru, pindahan dari Bandung kesini ingin karena ingin kuliahnya di Jakarta. Dan kamu juga suka olahraga!” kata Kinar. “ dari mana kamu tahu? Dari Diandra?”. “ nggak penting dari mana! yang penting aku mau cerita semua yang sudah terjadi!”. “ memangnya ada apa?”. “ ini tentang aku, Diandra dan dia. Dia orang yang sebelumnya duduk di bangku kamu. Dia juga sahabat ku. Kita bertiga selalu sama-sama. Orang tua kita juga dekat. Terutama orang tua dia dengan Diandra. Mereka juga bersahabat sejak kecil. Sudah lama dia menyimpan rasa yang lebih dari sahabat pada Diandra. Tapi dia begitu takut kehilangan Diandra sebagai temannya. Sampai akhirnya Dia mencoba mengutarakan perasaannya. Diandra meminta waktu 3 hari untuk menjawabnya. Tapi sayang di hari ketiga dia pergi. Pergi untuk selamanya. Meninggalkan Diandra dengan segala penyesalannya. Dia juga ketua osis, tapi sekarang Diandra menggantikannya. Dia juga ramah, baik dan murah senyum. Bahkan jadi idola di sini. Kami semua kehilangan dia. Tapi kami berusaha iklas. Tapi hingga detik ini, Diandra tidak bisa bangkit dari kesedihannya”.
“ kenapa dia meninggal?” tanya Adi. “ dia meninggal karena kecelakaan. Semua saksi sudah bilang bahwa dia tidak bersalah, hanya saja orang yang sudah menabraknya itu pengecut, karena sampai sekarang dia tidak bertanggung jawab. Kami tidak ingin memperpanjang masalah, kami ingin fokus mendo’akan dia supaya tenang disana. Tapi Diandra keras kepala ingin tahu siapa pelakunya. Bagi Diandra dia sangat berarti. Ya memang, semua tahu dari kecil mereka selalu bersama”. “ lalu?” tanya Adi. “ aku harap kamu bisa mengerti keadaan Diandra” kata Kinar. “ ya, aku faham sekarang”. “ baguslah. Terimakasih ya”. “ em, siapa nama anak itu?”. “ Arjuna Malviando. Biasa dipanggil Juna”.
***
“ Apa...?!!” kata Adi kaget, setelah melihat berita kecelakaan yang melibat kakaknya. Tangannya gemetar memegang koran yang di pegangnya. “ j..jadi korban tewas yang di tabrak kakak ku itu, A..Arjuna Malviando....” kata Adi terbata-bata. Mata Adi mulai basah. Dia bergegas menghampiri kakaknya. “ baca ini!!” kata Adi sambil melemparkan koran ke kakaknya.
Dian hanya gemetar menatap adiknya. “ asal kamu tahu kak, aku satu sekolah dengan anak itu! Bahkan satu kelas dengan orang yang paling dekat dengan dia!” kata Adi sambil menitihkan air matanya. “ dan aku juga tahu bagaimana sedihnya orang-orang yang sudah di tinggal nya!” tambah Adi. “ tadinya aku nggak percaya kakak ku adalah pengecut! Aku tahu dia masih sakit! Tapi sekarang aku tahu sendiri, kakak adalah pengecut!”.
“ Di.., k..kakak minta maaf... k..kakak menyesal! Kakak j..juga nggak mau ini terjadi!” kata Dian terbata-bata, sambil berlutut pada adiknya. “ kakak nggak harus jadi pengecut karena takut! kakak harus bertanggung jawab kak!” kata Adi sambil menangis. “ Adi...., kakak mohon, jangan laporkan kakak! kakak nggak mau di penjara...”. “ kalau kakak nggak mau bertanggung jawab, aku yang akan tanggung jawab kak! Aku nggak mau terlambat untuk kedua kalinya!” kata Adi. Adi lalu pergi meninggalkan kakaknya. “ Adi jangan...! jangan...” teriak Dian sambil menangis tersedu. “ Tuhan..., lumpuhkan ingatan ini...! haaahh!!!” teriak Dian sambil menangis.
***
Diandra tiba di sekolah. Adi yang juga baru datang, diam terpaku menatap Diandra. Bahkan dia ingin menangis melihat Diandra. “ Tuhan... apa yang harus aku lakukan...” katanya, dalam hati.
“ Adi....” sapa Diandra, membangunkan Adi dari lamunan. “ eh, iya...” kata Adi sambil mengusap matanya. “ sudah hafal jalan ke kelas kan?!” kata Diandra sambil sedikit tersenyum. Adi membalas senyum kecil Diandra. “ aku sudah hafal kok. Em, sabtu nanti ada acara?” tanya Adi. “ nggak ada sih. memang nya kenapa?”. “ sebagai teman baru, aku pengen ngerayain perkenalan kita. Kamu juga baru jadi ketua osis kan?! gimana? Mau ya...!”. “ tapi kita kan ...”. “ justru kita baru kenal, kita rayakan perkenalan kita!”. “ hmmm, baiklah. Tapi aku ajak Kinar ya!”. “ ya! nggak papa. Aku juga mau ajak kakak ku. kita ketemu di mall langsung aja ya!”. “ terserah. nanti aku ngomong sama Kinar!”. “ yaudah, ke kelas bareng yuk!” kata Adi, sambil tersenyum. Diandra juga tersenyum.
***
“ Di, ngapain sih kamu pakai ajak kakak ke sini?! Kakak nggak mau!”. “ aku lapar kak! Sudah lama juga kan, kakak nggak jalan-jalan!” kata Adi sambil terus menarik tangan kakaknya.
“ kakak tunggu disini dulu. aku mau pesan makan!” kata Adi. “ jangan lama-lama!” balas Dian. Adi mengeluarkan iphone nya. ‘ Diandra, aku sudah sampai cafe ’. Tak lama, Diandra dan Kinar datang di cafe. Diandra mulai merasakan perasaan yang aneh. Hatinya tak tenang dan berdebar-debar. Adi menghampiri kakaknya. Lalu menarik tangan kakaknya. “ mana makanan mu?!” tanya Dian. “ ikut aku sekarang!”.
“ hai Diandra...”. Diandra dan Kinar tersenyum. “ kak, kenalin ini Diandra. Teman baru ku, sahabat Kinar dan sahabat karib Arjuna...!” kata Adi. Semua pandangan mengarah pada Adi.
***
Beberapa saat kemudian, di rumah Diandra...
Adi berlutut sambil menangis di depan orang tua Diandra dan Arjuna. “ aku mohon sama kalian.... maafkan segala kesalahan kakak ku. aku berjanji menerima segala hukuman dari kalian, seumur hidup kakak ku akan menyesali perbuatannya. Aku mohon....”. Semua orang menangis tersedu-sedu melihat Adi. Dian tak mampu berdiri. “ saya mohon. Maafkan kesalahan saya.... maafkan....” kata Dian sambil menangis tersedu. Diandra tak mampu berkata apa-apa. Dia hanya menangis tersedu-sedu.
“ sudah! Kami semua sudah memafkan mu Nak... kami tahu ini adalah takdir Allah. Allah menyayangi Juna, sehingga dia ingin Juna tak berlama-lama disini. Diandra, kita semua sudah iklas... iklaskan juna sayang, supaya dia tenang...” kata Amanda, mama Juna. Diandra semakin menangis. “ Ya Allah, lumpuhkan ingatan ini...” teriaknya dalam hati.
***
Malam itu juga, Diandra mengajak Dian pergi ke makam Arjuna. Dian menangis tersedu-sedu, dan tak mampu berkata-kata di depan nisan Juna. Diandra pun juga. “ Arjuna.... Aku sayang sama kamu Juna....” kata Diandra sambil menangis tersedu-sedu. “ maafin aku Diandra...”. “ Juna anak baik kak. Dia nggak bisa marah sama orang. Dia penyayang. Aku nggak bisa menyalahkan siapapun. Aku cuma pengen kasih tahu itu”. “ Diandra kita semua punya cinta yang sama....” sahut Adi. “ Adi kamu disini juga?!” kata Dian. “ Adi, maafkan kakak...” kata Dian sambil memeluk Adi. “ aku sudah memafkan kakak....”. “ Diandra...” panggil Adi sambil menangis. Diandra memejamkan matanya.
‘ Diandra terimakasih untuk semua perasaan mu. Kita tidak pernah jauh. Kita sama-sama bahagia... Berjanjilah, jaga selalu senyuman mu, jadilah anak yang menguatkan kan aku....’
“ Arjuna....” Panggil Diandra sambil memeluk erat nisan Juna. Tak lama, Amanda datang mengajaknya pulang. “ kita berdo’a sama-sama ya...” bujuk Amanda, mama Juna. Perlahan-lahan Diandra bangkit. Adi merangkulnya sambil berjalan.
“ ingatanmu Diandra, akan ku ingat seumur hidup ku....”. _ Adi
***
Love it true feel in ever,
be grateful for love in all and on your live
be grateful for love in all and on your live
No comments:
Post a Comment